Ketika harus Mengakui
Ranti dalam menatap penuh keraguan ke arah pintu
jendela kamar. Memandang rembulan yang tak rupawan.
“Ran, kok belum siap-siap?”
“Ran, kok belum siap-siap?”
Ranti hanya menyeringai. Hatinya bergolak. Haruskah ia pergi
dengannya.
“Aarrrgggghhhhh . ..
. Tuhan, aku tak tahu lagi harus bagaimana !!!!”
“Ranti, kenapa kamu, teriak-teriak tak jelas. Sudah cepat,
sebentar lagi Paimo datang”.
“Mengapa harus Paimo. Ahh, mana mungkin. Ahh tidak, tidak,
aku tak bisa,” Ranti melepas kembali anting-antingnya.
“Ranti, ayo cepat, Paijo sudah datang!”
“Iya, Bu !”
“Hai Ranti”
“Paimo…”
Gemerincing sebuah benda terjatuh.
“Ini bukan kamu, inilah kamu. Dan aku mencintai apa adanya”.
Paimo melepaskan anting Ranti yang satunya.
Jaket ia ikatkan di pinggang Ranti.
“Dan ternyata harus ku akui, aku memang kalah, kalah karena
tak bisa untuk tak mencintaimu”.
Post a Comment for "Ketika harus Mengakui"
Yuk tinggalkan jejak dengan berkomentar