ANAK SUKA BERKATA KOTOR
Rio (nama samaran) adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Sekarang dia
berumur 8 tahun dan duduk di kelas 2 SD. Kakaknya berumur 14 tahun dan adiknya
berumur 5 tahun. Tiga hari belakangan ini, Rio telah mengucapkan lebih dari 3
kali kata-kata kasar dan kotor di sekolah. Baik di dalam kelas pada waktu
pelajaran ataupun di luar kelas saat bermain dengan teman-temannya. Setiap
pulang sekolah ia tidak langsung pulang ke rumah tetapi bermain dan berkumpul
dahulu dengan teman-teman sebayanya atau menonton televisi di rumah temannya.
Hubungan kedua orang tuanya kurang harmonis. Ayah dan ibunya sering
bertengkar di rumah dan sering mengucapkan kata-kata kotor. Ibu dan ayahnya
lebih sering bersama adiknya yang berusia 5 tahun. Ketika sampai di rumah Rio
disuruh ayah dan ibunya untuk membantu pekerjaan mereka atau membantu menjaga
adiknya.
A.
Jenis
Masalah
Anak usia SD yaitu usia
7-12 tahun memiliki sifat pembosan, suka meniru, selalu ingin tahu, dan selalu
ingin bergerak. Menurut Anna Surti Ariani, Psi, anak usia 6-10 tahun memiliki
otak seperti spons yang menyerap apapun. Akibatnya, jika anak mendengar hal
positif maupun negatif, dia akan mudah menirunya. Meski, sebagian dari
kata-kata yang terlontar tersebut mungkin belum mereka pahami artinya.
Mengucapkan kata-kata yang kotor merupakan sesuatu yang tidak baik dan sering
menimbulkan sejumlah persoalan mengarah ke hal yang negatif. Ketika anak-anak
sudah bermulut kotor, berkata-kata kasar, maka dikhawatirkan kelak akan tumbuh jadi
masyarakat yang sangar lagi kasar serta bermulut jorok.
Anak suka berkata kotor
termasuk ke dalam masalah moral, psikologis, dan sosial. Manakala kata-kata
negatif itu ditujukan kepada diri sendiri, maka akan merusak moral dan
psikologisnya. Ia dapat menjadi sosok yang tidak percaya diri, emosional, tidak
bersemangat, tertutup, tidak punya keyakinan untuk melakukan sesuatu, dan pada
akhirnya menyulitkannya untuk berkembang.
Selain itu anak juga
mengalami masalah sosial. Biasanya mereka mengucapkan kata-kata ini ketika jauh
dari pengawasan orangtua dan gurunya, sedang bergerombol bersama rekan sebaya,
kemudian saling menyapa rekannya dengan bertukar kalimat kotor tersebut. Momen
ini dapat diamati ketika jam-jam pulang sekolah.
B.
Karakteristik
atau Gejala Masalah
Gejala atau
karakteristik dari anak yang suka berkata kotor antara lain:
1.
Suka
mengucapkan kata-kata yang tidak baik, mengeluarkan kata-kata 'kasar' dan
'sumpah serapah' membawa-bawa nama hewan peliharaan, satwa kebun binatang,
kotoran, bahkan hingga ke bagian-bagian sensitif dari aurat manusia, juga
istilah hubungan badan dengan berbagai variasi kosa-kata dan bahasa;
2.
Suka bergerombol
dengan teman sebaya yang dianggapnya menjadi penguat dan pendukung dirinya;
3.
Emosional
dalam menanggapi perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh orang lain
sehingga cenderung menjadi pribadi yang lebih tertutup;
4.
Tidak
bersemangat dan tidak memiliki motivasi untuk belajar.
C. Faktor-faktor Penyebab Anak Suka Berkata Kotor
Faktor-faktor penyebab
anak suka berkata kotor yaitu:
1.
Faktor
Internal
a.
Keinginan untuk Mendapat Perhatian
Ketika anak melontarkan kata kotor, anak segera
mendapat perhatian dari orangtua maupun orang dewasa lainnya, sekalipun
perhatian itu berbentuk teguran atau amarah.
b.
Perasaan Senang setelah Mengejutkan Orang Lain
Ada perasaan senang yang dialami anak saat
berhasil mengejutkan orang lain. Ketika anak bisa membuat orang dewasa shock,
seketika ia merasa bisa mengungguli orang dewasa tersebut.
c.
Keinginan Melepaskan Emosi Marah dan Kecewa
Anak mungkin menggunakan kata-kata kotor itu untuk
mengekspresikan perasaan marah, kesal, atau kecewa pada orang lain.
d.
Keinginan Memberontak
Anak mempunyai suatu perasaan bermusuhan terhadap
orang dewasa. Selama ini ia mungkin merasa terlalu ditekan, dibatasi, atau
mungkin juga merasa diperlakukan dengan kasar, akibatnya ia jadi berkeinginan
untuk memberontak dan agresif melawan orang dewasa.
2.
Faktor
Eksternal
a.
Keluarga
Keluarga sebagai lingkungan
terdekat mempunyai pengaruh paling besar dalam pembentukan perilaku. Terkadang
secara tidak sadar, ada pengucapan kata-kata 'kotor' terlontar dari anggota
keluarga lainnya yang terdengar oleh si kecil, dan ditiru olehnya. Kondisi
keluarga yang kurang kondusif juga menekan anak untuk berkata kotor.
b.
Lingkungan
Menurut teori Erikson, anak-anak
usia sekolah, tepatnya usia 6 sampai 12 tahun melihat apa yang dituntut oleh
lingkungan, terutama dalam konteks sekolah dan sosial pertemanan. Mereka perlu
mengatasi tuntutan tersebut dengan belajar lewat interaksi yang dialaminya di lingkungan,
termasuk keluarga, sekolah, serta pertemanan.
Jika orang-orang sekitar yang ditemui anak
sehari-hari adalah orang yang tak dapat mengendalikan diri saat marah sehingga
suka memaki-maki dengan kata kotor, anak tidak belajar mengembangkan pengendalian
diri yang baik, akhirnya anak pun menjadi pribadi yang sulit mengendalikan diri
untuk tidak berkata kotor saat marah. Perilaku
berkata kotor ini menjadi berkembang ketika lingkungan pergaulan memberikan
dukungan, dan dengan melakukan perilaku berbicara 'kotor' tersebut mereka
merasa berarti, mendapat pengakuan dari teman-temannya.
c.
Hiburan dan Tayangan Televisi
Salah satu hiburan yang sering
diakses anak biasanya ialah tayangan televisi. Melalui kotak elektronik ini
anak bisa mendapatkan dan meniru aneka kosakata serta tingkah laku, termasuk
yang negatif. Maraknya tayangan yang menyampaikan kata-kata vulgar berbau
umpatan tentu saja meresahkan orangtua yang memiliki anak. Sekarang ini, bahkan
acara televisi yang dikhususkan untuk anak-anakpun, terkadang menyajikan
tayangan yang didalamnya berisi kata-kata kurang pantas untuk telinga anak.
Selain itu lagu yang memiliki lirik kurang pantas untuk dinyanyikan anak, aneka
buku bacaan baik cerita ataupun komik, serta video game juga mempunyai potensi
pembawa pengaruh buruk.
D. Solusi Pemecahan Masalah
1.
Peka
terhadap Kondisi Anak
Artinya, memahami apa yang menyebabkan anak mengucapkan kata-kata kasar,
pada situasi seperti apa anak mengungkapkannya, apakah anak sedang merasa lelah/
marah/ kesal/ lainnya. Jika anak mengucapkan kata kotor ketika ia sedang marah/
kesal orangtua dapat mengajarkan cara yang lebih positif untuk mengungkapkan
marahnya, misalnya dengan mengganti kata kasar tersebut dengan kata lain
seperti “aku marah/ aku tidak suka/ aku kesal”. Jika anak mengungkapkan kata
kasar ketika sedang lelah, tunjukkan empati dan alihkan anak untuk segera
beristirahat. Mendiskusikan mengenai kata-kata kasar yang diucapkannya setelah
anak berada dalam kondisi tenang.
2.
Mengembangkan
Komunikasi yang Positif dalam Keseharian
Dengan mengucapkan kata-kata positif dalam komunikasi sehari-hari dan
mengajarkan anak mengungkapkan isi pikiran maupun perasaannya dengan kata
positif. Selain itu, Hindari mengucapkan kata kasar/mengumpat/mengejek di
hadapan anak.
3.
Kegiatan
bercerita (membaca buku cerita/mendongeng) yang sarat akan pesan moral juga
dapat dijadikan salah satu cara untuk mengurangi tingkah laku berkata kasar.
Pilih cerita yang relevan dengan tingkah laku anak, tanpa perlu mengaitkan
cerita tersebut dengan anak misalnya dengan mengatakan “Ini kan sama seperti
kamu, suka bicara kasar” Hal tersebut justru akan membuat anak tidak bersemangat
untuk mendengarkannya. Serta mengawasi kegiatan menonton TV/ CD/ sejenis.
4. Menjelaskan Arti Katanya
Menanyakan pada anak apa maksudnya mengucapkan kata tersebut. Mungkin ia
tak bisa menjelaskannya. Artinya ia memang tidak paham apa arti kata kasar dan
jorok tersebut, dan belum sadar kalau kata-kata itu dapat menyakiti orang lain.
Tugas guru dan orangtua adalah menggali pemahaman anak mengenai kata tersebut
dan mencari tahu alasan ia melontarkannya, lalu meluruskan perilaku yang tak
pantas tersebut. Jangan mudah menyerah jika anak sudah dinasihati, namun tetap
mengulang kata-kata tak pantas itu. Tugas orangtua adalah membimbing dan
mengarahkan buah hati secara terus menerus.
5.
Membuat Kesepakatan
Bila anak masih saja mengulangi kata kasar dan kotor, meski sudah
dinasihati berulang kali, buatlah kesepakatan. Berikan hukuman yang disepakati
bersama, namun jangan memberikan hukuman fisik. Jika anak
sudah lama terbiasa berbicara kotor, sukar baginya untuk langsung berhenti
total menggunakan kata-kata kotor tersebut. Dalam keadaan ini, lebih baik guru orangtua
mengadakan perjanjian dengan anak, yaitu bahwa jika dalam waktu yang ditentukan
anak tidak berbicara kotor, anak mendapat poin, poin yang terkumpul kemudian
ditukar dengan hadiah bila jumlahnya mencapai target.
6.
Jeli Mencari
Penyebabnya.
Guru dan orang tua harus jeli mencari penyebab anak makin senang
menggunakan kata kasar dan jorok. Apakah tiap kali ia berucap kata kasar, lalu
ditertawakan oleh orang lain di rumah? Kalau memang demikian, beri pengertian
kepada seluruh anggota keluarga untuk tidak memberikan respons positif bila
anak melontarkan kata-kata yang kurang pantas. Minta mereka untuk tidak
menganggap lucu kata-kata itu. Tekankan, jika anak mulai berkata kasar, jangan
pedulikan, pura-pura tidak tahu. Umumnya anak akan segera menghentikan
kebiasaan buruknya karena ia tahu tidak sukses mendapat perhatian dari perilaku
tersebut.
7.
Mengajarkan Ekspresi Emosi yang Lebih
Tepat
Bila anak mengeluarkan kata-kata kotor tiap kali
ia marah, ajarkan cara mengekspresikan emosi yang lebih baik, misalnya dengan
berbicara asertif, yaitu menyampaikan kepada orang lain tentang ketidaksetujuan
kita terhadap perilakunya yang membuat kita merasa tidak nyaman. Anak yang
masih kecil biasanya kesulitan untuk merumuskan bagaimana perasaannya, padahal
mengenali perasaan beserta penyebab timbulnya perasaan merupakan langkah untuk
bisa mengelola emosi secara baik. Oleh karena itu, ketika melihat anak sedang
diluapi perasaan marah atau frustrasi, orangtua bisa membantu membacakan
perasaannya dan menjelaskan sebab timbulnya perasaan tersebut.
E.
Pihak-pihak
yang Terlibat dalam Pemecahan Masalah
Untuk menangani masalah
tersebut, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak yaitu:
1.
Guru
kelas tempat anak belajar perlu menciptakan iklim belajar yang menyenangkan
bagi semua murid sehingga tidak ada yang merasa tidak dihargai dan tidak
diperhatikan dalam kelas.
2.
Teman-teman
belajar harus mengingatkan apabila anak tersebut mengucapkan kata-kata kotor.
3.
Orang
tua harus memperhatikan, mengarahkan dan menasehati tingkah laku anak di rumah
berkaitan dengan tingkah lakunya di sekolah.
Kerjasama yang baik antara orang tua, guru, teman-teman, dan lingkungan
sekitar tentu akan membawa hasil yang optimal terhadap perkembangan moral anak
menjadi lebih baik lagi.
Update>>
Terima kasih yang telah menggunakan artikel ini sebagai sumber,,,
http://repository.unib.ac.id/8785/2/I,II,III,II-14-ase.FK.pdf
tks infonya mbak, sangat membantu :) anak sy usia 8 thn dan 2 thn. sepertinya butuh info lebih banyak ttg dunia parenting nich :) salam kenal...
ReplyDeletesalam kenal bu rita,
DeleteAlhamdulillah bila tulisan ini bermanfaat
semoga kita bisa saling berbagi informasi ya... :)
Kembali salam kenal bolehkah kita kenalan dari saya yg jauh disana
Deleteini siapa ya??kog anonim
Deletebunda.. adakah parenting mengatasi anak yang suka memukul temannya? internal kami tidak ada yang mengajarkan anak-anak memukul tapi mengapa anak saya suka memukul ya? padahal tayangan tv juga kami selektif..
ReplyDeletebelum ada bunda,, nanti saya pelajari dulu,,soalnya saya juga baru tahap belajar,,,, :)
Deletebagus kak, tadi aku nominasiin di Liebster Award. Cek http://www.fikrimaulanaa.com/2015/01/gue-dan-liebster-award.html
ReplyDeleteterima kasih :D terima kasih udah sering berkunjung jg,,kpn2 aq jawab liebster awardnya deh,,lg limit kuota,,,hehe
Delete